Sesungguhnya orang yang menunjuki kebaikan, sama (pahalanya) dengan orang yang melakukan itu (hasan sahih)
Seorang yang faqih itu lebih berat bagi setan daripada seribu orang ahli ibadah. (gharib – dhaif)
Barangsiapa yang di kehendaki Allah kebaikan padanya, niscaya Dia memahamkannya dalam agama (hasan sahih)
Barangsiapa yang sengaja berbohong atas namaku maka hendaklah mempersiapkan tempat duduknya di neraka. (sahih – mutawatir)
Barangsiapa berjalan di suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (hasan)
Barang siapa yang belajar ilmu maka itu adalah kafarat bagi apa yang pernah lalu (dhaif)
Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yang dia ketahui kemudian dia menyembunyikannya, maka dia akan dicambuk pada hari kiamat dengan cambuk dari neraka (hasan)
Barangsiapa belajar Ilmu untuk selain Allah atau menginginkan selain Allah, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya (kelak) di neraka (hasan)
Kalimat hikmah adalah barang seorang mukmin yang hilang, maka dimana saja ia menemukannya ia lebih berhak untuk mengambilnya (gharib – dhoif)
Barangsiapa menghidupkan sunnahku, berarti dia mencintaiku dan barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di surga (hasan gharib)
Seorang yang faqih itu lebih berat bagi setan daripada seribu orang ahli ibadah. (gharib – dhaif)
Barangsiapa yang di kehendaki Allah kebaikan padanya, niscaya Dia memahamkannya dalam agama (hasan sahih)
Barangsiapa yang sengaja berbohong atas namaku maka hendaklah mempersiapkan tempat duduknya di neraka. (sahih – mutawatir)
Barangsiapa berjalan di suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (hasan)
Barang siapa yang belajar ilmu maka itu adalah kafarat bagi apa yang pernah lalu (dhaif)
Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yang dia ketahui kemudian dia menyembunyikannya, maka dia akan dicambuk pada hari kiamat dengan cambuk dari neraka (hasan)
Barangsiapa belajar Ilmu untuk selain Allah atau menginginkan selain Allah, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya (kelak) di neraka (hasan)
Kalimat hikmah adalah barang seorang mukmin yang hilang, maka dimana saja ia menemukannya ia lebih berhak untuk mengambilnya (gharib – dhoif)
Barangsiapa menghidupkan sunnahku, berarti dia mencintaiku dan barangsiapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di surga (hasan gharib)
Barangsiapa menuntut ilmu untuk mendebat para ulama, atau untuk mengolok-olok orang bodoh atau untuk mengalihkan pandangan manusia kepadanya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam neraka (dhaif)
Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan cara mencabutnya langsung dari manusia, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, hingga ketika Dia tidak meninggalkan seorang alim (di muka bumi) maka manusia menjadikan orang-orang jahil sebagai pemimpin, lalu mereka ditanya, maka mereka memberikan fatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan. (sahih)
Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataanku, dia memahaminya, menghafalnya dan menyampaikannya, bisa jadi orang yang mengusung fiqih menyampaikan kepada orang yang lebih faqih darinya. Dan tiga perkara yang mana hati seorang muslim tidak akan dengki terhadapnya; mengikhlaskan amalan karena Allah, saling menasehati terhadap para pemimpin kaum muslimin, berpegang teguh terhadap jama’ah mereka, sesungguhnya da’wah meliputi dari belakang mereka.” (sahih)
Barangsiapa menyeru kepada petunjuk maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka dia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun“. ( hasan shahih)
Barangsiapa mensunnahkan sunnah kebaikan, lalu dia diikuti atasnya, maka dia mendapatkan pahalanya dan seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa mensunnahkan sunnah kejelekan, lalu dia diikuti atasnya, maka dia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun (hasan sahih)
Keutamaan seorang alim dari seorang abid seperti keutamaanku dari orang yang paling rendah di antara kalian, kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Sesungguhnya Allah, MalaikatNya serta penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia” (gharib – sahih)
Aku wasiatkan kepada kalian untuk (selalu) bertaqwa kepada Allah, mendengar dan ta’at meskipun terhadap seorang budak habasyi, sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup akan melihat perselisihan yang sangat banyak, maka jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang dibuat-buat, karena sesungguhnya hal itu merupakan kesesatan. Barangsiapa diantara kalian yang menjumpai hal itu hendaknya dia berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi geraham.(sahih)
Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya (HR Bukhari)
“Barangsiapa berbicara tentang Kitabullah ‘azza wajalla menggunakan
pendapatnya, meskipun benar maka ia telah salah.” (HR Abu Daud) – ada
perawi yang tidak kuat
“Demi Allah, sekiranya Allah memberi petunjuk kepada seorang laki-laki
melalui perantaramu, maka itu lebih baik bagimu dari unta merah.” (HR
Ibnu Majah, Abi Daud)
Dunia itu terlaknat dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali
dzikir kepada Allah dan yang berhubungan dengannya, atau seorang yang
‘alim dan mengajarkan ilmunya. (HR Ibnu Majah 4102)
“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya karena Allah Azza Wa
Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian
dari dunia, maka ia tidak akan mendapatkan baunya Surga pada Hari
Kiamat. (HR Ahmad, Abi Daud, Ibn Majah)
Perumpamaan agama yang aku diutus Allah ‘azza wajalla dengannya, yaitu
berupa petunjuk dan ilmu ialah bagaikan hujan yang jatuh ke bumi.
Diantaranya ada yang jatuh ke tanah subur yang dapat menyerap air, maka
tumbuhlah padang rumput yang subur. Diantaranya pula ada yang jatuh ke
tanah keras sehingga air tergenang karenanya. Lalu air itu dimanfaatkan
orang banyak untuk minum, menyiram kebun dan beternak. Dan ada pula yang
jatuh ke tanah tandus, tidak menggenangkan air dan tidak pula
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan. Seperti itulah perumpamaan orang yang
mempelajari agama Allah dan mengambil manfaat dari padanya, belajar dan
mengajarkan, dan perumpamaan orang yang tidak mau tahu dan tidak
menerima petunjuk Allah yang aku di utus dengannya.” HR Bukhari Muslim
“Rasulullah saw, masuk ke dalam rumahku, lalu bersabda, “Wahai Abdullah bin Amr, bukankan aku diberi informasi bahwa sebenarnya dirimu sangat ketat (memaksa diri) dalam sholat malam dan puasa di siang hari?” Aku menjawab, “Saya memang melakukannya…”. Lalu Rasulullah saw, bersabda, “Cukuplah bagimu sebulan itu puasa tiga hari. Satu kebaikan itu sebanding dengan dengan sepuluh kebaikan, maka (jika anda melakukan puasa tiga hari setiap bulan) sama dengan puasa setahun penuh….” (Hr. Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzy, Nasa’I, Ibnu Majah, Daramy dan Ibnu Sa’d)
Dalam hadits ini ada rahasia-rahasia:
1. Adanya berita gembira atas kesinambungan cahaya amal dengan cahaya amal yang lain tanpa terhenti, walau pun ada jarak waktu yang jauh.
2. Berlipat gandanya pahala amal pada ummat ini, satu kebaikan sebanding dengan sepuluh kebaikan, agar hatinya bangkit untuk amal kebajikan.
3. Tidak adanya keterpaksaan yang membuat si hamba jadi bosan.
4. Terus menerus berdzikir hingga hati tak tertimpa kealpaan.
5. Kepastian iman terhadap janji dan kebajikan kemuliaan Allah swt.
Semua perilaku tersebut merupakan tingkah kaum ‘arifin yang melepaskan diri dari hasrat duniawi dan ukhrowi, dimana hasrat citanya hanyalah Tuhan mereka. Maka siapa pun yang himmahnya hanyalah Rabb, tiadalagi hasrat lain baginya.
Yahya bin Mu’adz ra, dalam munajatnya mengatakan:
“Ilahi, bila aku mengenalMu, sesungguhnya Engkau telah memberi petunjuk padaku. Jika aku mencariMu, sesungguhnya karena Engkau menghendakiKu. Jika aku datang kepadaMu, sesungguhnya Engkau memilihku. Jika aku taat padaMu, sesungguhnya karena Engkau memberi taufiq kepadaku. Dan jika aku kembali kepadaMu, itu karena Engkau menghampiriku.”
Diriwayatkan bahwa Nabi Musa as telah bermunajat:
“Oh Tuhan, bagaimana caraku bersyukur atas nikmat-nikmatMu, sedangkan setiap rambut yang tumbuh saja ada dua nikmat?”
Allah swt menjawab:
“Wahai Musa! Bila engkau tahu bahwa dirimu sangat tak berdaya bersyukur kepadaKu, sesungguhnya engkau benar-benar telah bersyukur kepadaKu….”
Allah swt, mewahyukan kepada Nabi Dawud as:
“Bersyukurlah atas nikmatKu kepadamu…”
Nabi Dawud as, menjawab:
“Ya Allah bagaimana aku bisa bersyukur kepadaMu, sedangkan syukurku kepadaMu itu adalah nikmat teragung bagiku?”
“Bila engkau tahu itu, sebenarnya engkau hambaku paling bersyukur padaKu…” firmanNya dalam wahyu kepadanya.
Muhammad bin as-Sammak ra mengatakan, “Ingatlah kepada Dzat yang mendahului ingatNya sebelum dzikirmu, dan cintaNya sebelum cintamu. Apa pun yang kau dzikirkan tak lain kecuali karena dzikirNya kepadamu, dan tak ada cintamu kepadaNya kecuali karena cintaNya kepadamu.”
Abu Bakr al-Wasithy ra, menegaskan, “Siapa yang lupa mengingat Allah Ta’ala berarti ia telah terkena Istidroj.”
Perlu diketahui bahwa sifat terendah dari seorang arif Billah adalah bila seseorang hatinya hidup bersama Allah tanpa ikatan apa pun, yaitu mengingat Allah, hanya kepada Allah. Hal demikian jelas, seperti dalam firmanNya, “Sesungguhnya dzikir Allah itu paling besar…”.
Dikatakan mengenai firman Allah Ta’ala:
“Sangat sedikit hamba-hambaKu yang sangat bersyukur”, artinya adalah sangat sedikit orang yang melihat anugerahKu ketika ia bersyukur kepadaKu.”
Bersama Allah, kita bersyukur pada Allah.
Nabi Musa as, berkata:
“Ilahi, bagaimana Adam mampu bersyukur kepadaMu? Karena Adam Engkau cipta dari TanganMu, dan Engkau hembuskan RuhMu, dan Engkau posisikan di syurgaMu, serta Engkau perintah para maikat bersujud kepadanya, lalu mereka pun syujud?”
Allah swt, menjawab:
“Hai Musa! Adam tahu bahwa semua itu dariKu, lalu dia memujiKu karenanya.”
Siapa yang taat kepada Allah swt, sesungguhnya ia taat karena pertolonganNya, maka ia dapatkan anugerah. Siapa yang maksiat kepada Allah swt, maka karena bagian takdirNya yang ia maksiat kepadaNya. Bagi Allah ada hujjah baginya. AnugerahNya mendahului ketaatan hambaNya sebelum ia taat, dan keadilanNya mendahului maksiatnya sebelum ia berbuat maksiat. Karena Allah adalah Maha memberlakukan apa yang dikehendakiNya.
Dalam suatu riwayat Nabi Ibrahim as bermunajat:
“Oh Tuhanku, kalau bukan karena Engkau bagaimana aku mengenal siapa Engkau?”
Abu Abdullah ra, ditanya, “Bagaimana kami tidak senang dengan pujian dan sanjungan?”
“Semata karena lupa mengingat anugerah Allah pada Syukur Berama Allah SWT
kalian, lupa mengingat kebaikan pertolonganNya yang mendahuluimu. Siapa yang lupa anugerah dan ingkar nikmat, nikmat pun akan diterima sebagai derita…” jawabnya.
Anak-anakku…
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberimu ma’rifat, dan menolongmu untuk taat kepadaNya tanpa minta balas kebaikan darimu dan tanpa minta pertolongan dari arahmu, karena itu sudah seyogyanya anda berdzikir kepadaNya dan berbakti kepadaNya tanpa minta ganti rugi dan kecukupan dariNya.”
Banyak sekali ragam kelompok ahli dzikir, diantaranya:
• Ada yang berdzikir karena tujuan meraih anugerah Islam,
• Ada yang berdzikir karena demi ashlus-Sunnah wal-Jamaah,
• Ada yang berdzikir karena adanya anugerah dibalik dzikirnya, hingga hati dan lisannya kelu, akalnya melayang, ia lebur dalam keagunganNya, bergerak dalam kemuliaanNya, hangus dalam mencintaiNya, disaat ia tahu bahwa seluruh amal itu tidak akan pernah bisa tegak kecuali bersamaNya.
Dzikir ada dua arah:
- Dzikir yang menimbulkan rasa takut dan rasa takut penuh cinta.
- Dzikir yang melahirkan rindu dan cinta.
Rasa takut dan cinta adalah dzikir bagi orang yang berdzikir bersama diri sendiri, kemudian ia melihat itu semua karena Dzikrnya Allah padanya yang menyebabkan dzikirnya kepada Allah Ta’ala, kemudian ia tahu bahwa dengan dzikrullah membuat sambung pada Dzikrinya Allah pada dirinya.
Sedangkan rindu dan cinta dibalik dzikir adalah dzikirnya orang yang mengingat Dzikrnya Allah di zaman Azali, hingga tiada maujud dan sirna diri di dunia, kemudian sampai abadi. Lalu dijumpai bahwa Ingatan Allah padanya telah ada sejak Azali, abadi selamanya. Sedangkan dzikirnya sendiri, malah tercampuri kotoran syahwat, teraduk oleh kealpaan demi kealpaan.
Maka sangat berbeda jauh antara orang yang masuk pada Allah Ta’ala dengan melihat dzikirnya sendiri, dan antara orang yang masuk kepada Allah Ta’ala dengan melihat anugerah dan kemuliaanNya.
Perlu diketahui bahwa dzikirnya hamba kepada Allah Ta’ala, jika dibandingkan dengan penyandaran dzikirnya Allah Ta’ala pada si hamba, ibarat debu di bawah derasnya hujan.
Dengan dzikir kepadaMu hiduplah ejekanku hai pengkhayal
Dan dengan DzikirMu kepadaku mendahului dzikirku sungguh teragung!
Engkau beri anugerah besar, hingga aku tak mampu mensyukurinya.
Manalagi anugerah elokMu yang mampu kusyukuri?